BAB V
KESIMPULAN
Pentingnya
suatu penyelesaian untuk negara – negara yang dirugikan tersebut, mendorong
terbentuknya lembaga – lembaga penyelesaian sengketa antara negara, yang pada
intinya memberikan suatu proses penyelesaian bagi negara yang bersengketa.
Sebelum terbentuknya lembaga penyelesaian sengketa internasional penyelesaian
sengketa internasional dilaksanakan melalui diplomasi tertutup antara dua
negara ataupun melalui perang, yang pada akhirnya menimbulkan Perang Dunia I
dan II.
Berdasarkan atah hal tersebut maka dibentuklah lembaga penyelesaian
sengketa yang salah satunya adalah ICJ. ICJ terbentuk berdasarkan Statuta yang
merupakan lampiran dari Piagam PBB. Statuta pembentukan ICJ merupakan bagian
yang melekat dengan Piagam PBB, sebagaimana disebutkan didalam Pasal 92 Piagam
PBB:
The international Court of Justice shall be the
principal organ of the United Nations, it shall function in accordance with the
annexed Statuta, which is based upon the Statute of the Permanent Court of
International Justice and forms an integral part of the present Charter.
Materi yang di atur didalam Statuta dibagi dalam 4 bab dari Statuta,
yang terdiri dari:
1. Bab
I : Organization of the Court (Articles 2 – 33)
2. Bab
II : Competence of the Court (Articles 34 – 38)
3. Bab
III : Procedure (Articles 65 – 68)
4. Bab
IV : Advisory Opinion (Articles 69 – 70)
Statuta ICJ dapat dirubah dalam hal atas usulan perubahan tersebut
disetujui oleh 2/3 dari suara mayoritas Majelis Umum PBB dan diratifikasi 2/3
negara – negara termasuk negara anggota tetap dari Dewan Keamanan. ICJ dalam
hal menganggap isi dari Statuta perlu dirubah maka ICJ harus menyerahkan usulan
perubahann kepada Majelis Umum PBB secara tertulis, usulan tersebut melalui Sekretariat
PBB akan disirkulasikan (diumumkan). Perubahan Statuta ICJ sebagaimana
disebutkan di atas memiliki kemiripan dengan perubahan Piagam PBB, yang
membedakan adalah dalam perubahan Statuta tiap negara anggota ICJ memiliki hak
yang sama untuk berpartisipasi seperti
negara anggota PBB yang Ipto Facto merupakan anggota ICJ.
Prinsip
kesukarelaan dari negara dalam menyerahkan suatu urusan, yang di anut dalam
hukum internasional merupakan prinsip dasar yang diterapkan dalam menentukan
kewenangan dari ICJ. Keputusan untuk menyerahkan suatu sengketa internasional
kepada ICJ diserahkan kepada negara – negara yang bersengketa, dan didasarkan
pada kesepakatan para pihak (non compulsory jurisdiction). Pasal 36 Statuta
ICJ, menyatakan kata sepakat antara para pihak untuk menyerahkan sengketanya
dapat dilakukan secara umum, atau dinyatakan sebelum adanya sengketa dan dapat
juga dilakukan dengan suatu perjanjian khusus atau setelah terjadinya sengketa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar