Minggu, 12 Agustus 2012

PEMBAHASAN TENTANG INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE ATAU MAHKAMAH INTERNASIONAL (PART V)


BAB V
KESIMPULAN
Pentingnya suatu penyelesaian untuk negara – negara yang dirugikan tersebut, mendorong terbentuknya lembaga – lembaga penyelesaian sengketa antara negara, yang pada intinya memberikan suatu proses penyelesaian bagi negara yang bersengketa. Sebelum terbentuknya lembaga penyelesaian sengketa internasional penyelesaian sengketa internasional dilaksanakan melalui diplomasi tertutup antara dua negara ataupun melalui perang, yang pada akhirnya menimbulkan Perang Dunia I dan II.
     Berdasarkan atah hal tersebut maka dibentuklah lembaga penyelesaian sengketa yang salah satunya adalah ICJ. ICJ terbentuk berdasarkan Statuta yang merupakan lampiran dari Piagam PBB. Statuta pembentukan ICJ merupakan bagian yang melekat dengan Piagam PBB, sebagaimana disebutkan didalam Pasal 92 Piagam PBB:
The international Court of Justice shall be the principal organ of the United Nations, it shall function in accordance with the annexed Statuta, which is based upon the Statute of the Permanent Court of International Justice and forms an integral part of the present Charter.

     Materi yang di atur didalam Statuta dibagi dalam 4 bab dari Statuta, yang terdiri dari:
1.  Bab I : Organization of the Court (Articles 2 – 33)
2.  Bab II : Competence of the Court (Articles 34 – 38)
3.  Bab III : Procedure (Articles 65 – 68)
4.  Bab IV : Advisory Opinion (Articles 69 – 70)
     Statuta ICJ dapat dirubah dalam hal atas usulan perubahan tersebut disetujui oleh 2/3 dari suara mayoritas Majelis Umum PBB dan diratifikasi 2/3 negara – negara termasuk negara anggota tetap dari Dewan Keamanan. ICJ dalam hal menganggap isi dari Statuta perlu dirubah maka ICJ harus menyerahkan usulan perubahann kepada Majelis Umum PBB secara tertulis, usulan tersebut melalui Sekretariat PBB akan disirkulasikan (diumumkan). Perubahan Statuta ICJ sebagaimana disebutkan di atas memiliki kemiripan dengan perubahan Piagam PBB, yang membedakan adalah dalam perubahan Statuta tiap negara anggota ICJ memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi  seperti negara anggota PBB yang Ipto Facto merupakan anggota ICJ.
     Prinsip kesukarelaan dari negara dalam menyerahkan suatu urusan, yang di anut dalam hukum internasional merupakan prinsip dasar yang diterapkan dalam menentukan kewenangan dari ICJ. Keputusan untuk menyerahkan suatu sengketa internasional kepada ICJ diserahkan kepada negara – negara yang bersengketa, dan didasarkan pada kesepakatan para pihak (non compulsory jurisdiction). Pasal 36 Statuta ICJ, menyatakan kata sepakat antara para pihak untuk menyerahkan sengketanya dapat dilakukan secara umum, atau dinyatakan sebelum adanya sengketa dan dapat juga dilakukan dengan suatu perjanjian khusus atau setelah terjadinya sengketa.

Tidak ada komentar: